Aku berjalan
menuju ruangan Papa melewati lorong Rumah Sakit.
“sepertinya ini”
gumamku dalam hati sambil membuka ponselku untuk melihat kamar no berapa Papa
dirawat.
Aku memasuki
ruangan dengan air mata yang hampir tumpah. Aku merindukanmu mererka.
“Assalamu’alaikum”
aku memasuki kamar Papa di rawat. Aku langsung bersalaman dengan Mama dan
tersenyum kepada Papa yang sedang terbaring. Lalu aku menghampiri Papa
“Papa sakit,
Nak” dengan suara lemah hampir tak terdengar dan mata yang berkaca-kaca Papa berkata
padaku. Sakit, sangat sakit hati ini mendengar suara itu.
“Aku mencium
tangan Papa, dan mengusap tangannya” aku tidak bisa berkata apa-apa mendengar
ucapan beliau.
Air mata itu
hampir tumpah, namun aku harus tetap terlihat kuat didepan Papa agar Papa jauh
lebih kuat dariku.
“Gapapa, Pa.
Nanti sembuh” dengan suara yang hampir tak terdengar aku membalas ucapan Papa
sambil mengusap bahunya.
Aku duduk di
kursi yang berada disamping tempat tidur Papa.
“Papa udah makan
ma” tanyaku pada mama
“udah tadi itu barusan,
tapi gak abis”
“kenapa gak
abis?”
“iya emang
selalu gitu susah makannya”
............
Aku berjalan
melusuri lorong rumah sakit menuju kamar Papa selesai shalat maghrib di Masjid
rumah sakit. Aku memasuki kamar Papa dirawat dan duduk di kursi disamping
tempat tidur Papa.
“Coba telpon
adek mah, tahun baru diajak kakak kemana” ucapku pada mama
“yaudah coba aja
telpon”
Aku mencari
ponselku dan mengirim pesan kepada kak Andi yang ada dirumah, kak Andi adalah
kakakku yang paling tua, dan sudah menikah.
Tiba-tiba ponsel
Papa berbunyi. Aku langsung mencari ponsel Papa dan tertulis di layar ponsel
itu “Andi”
“hallo, Assalamu’alaikum” ucapku membuka
pembicaraan dengan adikku melalui ponsel
“hallo,
Waalaikumsakam. Udah nyampe di tempat Papa?”
“iya udah, tadi sore”
“sama siapa
disana?”
“sama Mama, sama
Papa”
“kok cuman berdua Kak Novan mana?”
“lagi ditempat
temennya, Riko mana?”
“ini ada”
“coba mau
ngomong sama Riko”
“hallo,
Assalamu’alaikum dek”
“hallo Kak.
Waalaikumsalam”
“kamu lagi
ngpain?”
“lagi nonton TV,
kakak kapan kerumah?”
“iya nanti
nunggu papa sembuh”
“mau ngomong
sama papa gak?”
“iya mau”
Aku memberikan
ponsel Papa kepadanya.
Sedih mendengar
suara Beliau yang begitu lemah, tidak seperti Papa yang aku kenal dulu.
Suaranya yang kuat, lantang dan tegas.
“Papa lagi
ngpain? Udah makan belum?”
“lagi nonton tv,
udah tadi”
“Riko udah makan
belum?”
“udah Pa, Papa
kapan pulang? Riko kangen”
Air mata itu pun
tak dapat lagi tertahankan.
“iya doain papa
cepet sembuh”
“iya pa”
Setelah selesai
berbicara denga Riko melalui ponsel, aku mengambil ponsel Papa untuk di simpan
kembali. Aku memencet tombol kuncinya.
Aku tidak tahan
lagi, aku tidak dapat menahan air mata itu lagi. Seketika air mataku pun
menetes melihat wallpaper yang berada di ponsel itu. Aku memalingkan mukaku
dari pandangan Mama dan Papa, agar mereka tak melihatku menangis.
Dari keempat
anaknya, photoku yang menjadi wallpaper ponsel papa.
“Ternyata begitu
rindunya dirimu kepadaku Pah, selalu menelponku semenjak Papa sakit”
Aku berkata
dalam hati untuk diriku sendiri
................
0 comments:
Post a Comment